Siang ini matahari seolah sangat menunjukkan keberadaannya di bumi. Suhu yang lebih panas dari biasanya membuat keringat tercucur di kening Zilya. Zilya yang sedang asyik berbincang-bncang dengan temannya terpaksa pergi sebentar untuk membeli minuman dingin di warung yang tak jauh dari tempat berkumpulnya. Rupanya matahari diciptakan tidak hanya untuk menyinari bumi di kala siang hari, tak banyak yang sadar bahwa kehadiran matahari membuat penjual minuman dingin mendapat rezekinya dari Allah. Begitulah, banyak hal yang diciptakan Allah semata untuk kebaikan makhlukNya, namun justru makhlukNya jarang sekali mensyukurinya. Di tengah teriknya matahari yang sangat menyengat kulit ini, Zilya pun bersyukur saat tenggorokannya tersiram oleh air dingin yang sangat menyejukkan. Tidak ada kenikmatan yang tidak patut disyukuri, meskipun itu hanya tenggorokan yang tersiram air dingin. “alhamdulillah” ucap Zilya dalam hati sambil memejamkan mata menikmati nikmat yang baru saja ia rasakan. Warung yang ia kunjungi sangat ramai sekali, banyak orang yang senasib dengan Zilya. Terlihat air dingin yang disediakan penjual di kulkas seketika habis. Sambil terus menikmati sejuknya air dingin, Zilya duduk sejenak, beristirahat sebelum tubuhnya disengat sinar matahari lagi. Banyak suara yang didengar Zilya, namun tak satupun yang dimengerti oleh Zilya. Namun, ada satu suara yang membuat Zilya tiba-tiba terkejut.
“kalian kenal Kak Linggar
kan?” ucap seseorang yang membuat Zilya terkejut dan ingin mendengarkan obrolan
itu lebih lanjut.
“oh iya kenal” jawab
salah satu dari gerombolan itu.
“katanya sih Kak Linggar
sedang dekat dengan Kak Fitri”.
“hah serius? Tapi mereka
cocok sih, sama-sama cakep terus alim juga”.
“iya betul sekali”
Zilya yang sedari tadi
mendengarkan pembicaraan mereka, tiba-tiba saja langsung terdiam dengan tatapan
yang kosong. Ia tak lagi mendengar suara apapun, selain suara pembicaraan tadi
yang seperti terulang-ulang di telinganya. Botol air minum yang sebelumnya
berbentuk pun kini sudah remuk tak berbentuk lagi. Air matanya pun tanpa ia sadari
lolos dari matanya dan berlari menyusuri pipi cubbynya. “Ya Allah kenapa
rasanya sakit sekali, aku berharap pendengaranku sedang bermasalah saat ini”
ucap Zilya dalam hati.
...
Di kamar yang berukuran
4x6 meter ini Zilya sedang sibuk memilih-milih kerudung yang cocok untuknya.
Zilya memutuskan untuk merubah dirinya seperti yang diinginkan Linggar. Rasa
cinta yang begitu besar memang mampu membuat orang melakukan apa saja, termasuk
hal yang tidak disukai oleh orang yang sedang jatuh cinta. Zilya tersenyum
melihat dirinya di kaca yang sangat jernih, ia merasa lebih terlihat cantik
mengenakan kerudung walaupun sebenarnya jauh dipikiran terdalamnya ia masih
tidak percaya diri menggunakan kerudung. Namun, sekali lagi cinta membuat
seseorang mampu melakukan apa saja. Tak tanggung-tanggung demi mendapatkan
Linggar kembali, Zilya juga bergabung ke dalam organisasi islam yang diikuti
oleh Linggar. Awalnya Zilya merasa sangat canggung, namun, sekali lagi cinta
membuat orang mampu melakukan segalanya. Kini, Zilya dan Linggar akan sering
bertemu. Entah di jalan karena mereka satu kampus, atau di masjid karena mereka
satu organisasi. Terlintas bayangan-bayangan indah di pikiran Zilya, bibirnya
tiba-tiba tersenyum tanpa sebab yang terlihat. “aamiin” ucap Zilya dalam hati. Saat
asyik membayangi hal yang indah-indah dan tersenyum tanpa sebab, Zilya melihat
Linggar di hadapannya sedang berdiri. Seperti sedang menunggu seseorang,
wajahnya yang tampan itu tampak cemas. Zilya yang menyadari hal itu jadi
penasaran, hal apa yang sedang dikhawatirkan Linggar. Namun, Linggar tak sengaja
menengok ke arah kanan tepat dimana Zilya berdiri. Zilyapun terkejut namun juga
penasaran dengan respon Linggar setelah melihat Zilya yang tak lagi terlihat
rambut indahnya. Seperti disambar petir Zilya terkejut dan kecewa, tak ada
respon apapun dari Linggar. Linggar memang sempat menatap, tapi matanya segera
dialihkan ke arah lain tanpa meninggalkan pesan apapun untuk Zilya. Dari
kejauhan nampak seorang perempuan yang disambut oleh Linggar dengan senyuman
yang meriah. Zilyapun terkejut kembali, hari ini sepertinya hari kejutan bagi
Zilya. Hanya saja kejutan kali ini didampingi oleh rasa kecewa yang tak bisa
ditakar banyaknya. Rasanya kali ini Zilya benar-benar ingin menangis, namun sayangnya
luka ini tak mau lekas berubah menjadi air mata, luka itu tetap di sana, di
hati Zilya. Itulah sebabnya akan lebih sakit ketika seseorang terluka namun
tidak bisa menangis. Linggar dan wanita yang disambut senyum olehnya itupun
lenyap dari pandangan Zilya. Mereka beriringan masuk ke aula masjid yang sudah
ditunggu oleh teman-teman yang lainnya. Sedangkan Zilya tak ingin beranjak dari
tempatnya, ia hanya mengbah posisinya dari berdiri menjadi duduk. Terlihat
sekali Zilya sedang merasakan sakit yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Bibir bawahnya mungkin sebentar lagi akan berdarah, karena digigit oleh Zilya
yang sedang menahan sakit yang tidak bisa disembuhkan dengan obat dari dokter.
Satu jam sudah Zilya tetap dengan posisi yang sama dan pikiran yang sama juga. Tiba-tiba
Linggar dan teman-teman yang lainnya pun juga keluar dari aula, mungkin agenda
mereka sudah usai. Zilya pun terperanjat melihat Linggar, tanpa mengontrol
tindakannya dengan akal sehat Zilya pun segera menarik tangan Linggar ke tempat
yang tak banyak orang. Tentu semua mata teman-teman Linggar terarah kepada
mereka berdua, pikiran mereka pun dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang belum ada
jawabannya. Setelah ke tempat yang sudah tepat menurut Zilya, mata bulat Zilya
pun memandang Linggar dengan penuh harap. Air mata yang sedari tadi tertahan
kini mengalir dengan mudahnya, seolah luka sudah menemukan obatnya.
“Linggar, aku akan
berubah menjadi yang kamu inginkan. Aku akan seperti dia, aku mohon jangan
pergi. Kita seperti dulu lagi ya?” Namun Linggar hanya terdiam dan menatap mata
Zilya yang dipenuhi genangan air mata. “Linggar jawab” pinta Zilya sambil
menggengam erat tangan Linggar. “Linggar. Aku tidak pernah melakukan kesalahan,
jika aku melakukan kesalahan tanpa aku tahu aku mohon jangan ini hukumannya.” “Linggar
jawab” teriak Zilya dengan nada putus asa. “dulu kamu bilang tidak akan membuat
aku menangis, sekarang bahkan aku sedang menangis saja kamu malah menontoninya.
Bahkan berat untukmu menghapus air mataku.” “apakah agama yang membuatmu
seperti ini Linggar?” ucap Zilya dengan suara yang keras.
“Zil jangan pernah temui
aku lagi” ucap Linggar sambil pergi
meninggalkan Zilya yang sedang penuh air mata di wajahnya. Zilya merasa berdosa
telah mengatakan hal yang tak pantas, ia benar-benar kebingungan. Tidak ada
lagi yang bisa ia temui selain Allah dan tak ada lagi yang bisa ia lakukan
selain berdoa. Zilya menyesal, dengan cepat ia segera memakai mukenah untuk menutupi
auratnya. Air wudhu di wajahnya pun menutupi bekas-bekas air mata Zilya. Kini
ia benar-benar merasa berdua dengan Allah. Tak terasa Zilya pun menangis lagi
saat ia sedang berdoa. Zilya mulai merasakan ketenangan yang sebelumnya tidak
pernah ia rasakan. Memang benar, tak ada hal yang benar-benar menyedihkan,
pasti selalu saja ada hal baik di setiap keburukan yang terjadi. Sejak saat itu
Zilya bertekad untuk merubah dirinya menjadi lebih baik, tapi bukan untuk
Linggar lagi. Kali ini, Zilya berubah untuk Allah yang ia cintai.
(to be continued)
SOCIALIZE IT →